Sherwood Taylor, dalam Medieval Trade in the Mediterranean World menyebutkan, pada abad ke- 13 M, sabun batangan buatan kota-kota Islam di kawasan Mediterania telah diekspor ke Eropa.
Pengiriman
sabun dari dunia Islam ke Eropa, kata Taylor, melewati Alps ke Eropa
utara lewat Italia. Selain sabun, dunia Islam pun telah menggenggam
teknologi pembuatan beragam alat kosmetik. Salah satunya adalah parfum.
Umat
Islam di zaman kekhalifahan juga telah mengembangkan teknologi
pembuatan parfum hingga menjadi sebuah industri yang sangat besar.
Para
sejarawan meyakini bahwa fondasi industri minyak wangi yang berkembang
pesat di dunia Islam dibangun oleh dua ahli kimia termasyhur, yakni
Jabir Ibnu Hayyan (721-815 M) serta Al-Kindi (805-873 M).
Kimiawan
Muslim dari abad ke-12, Al-Isybili, mengungkapkan, pada masa kejayaan
Islam terdapat tak kurang dari sembilan buku teknis dan pedoman bagi
pengelola industri parfum.
Meski begitu, kitab tentang pengolahan minyak wangi atau parfum yang masih tersisa hanyalah Kitab Kimiya Al-Itr (Book of the Chemistry of Perfume and Distillations) karya Al-Kindi.
Jauh
sebelum Al-Kindi, pengembangan industri parfum di dunia Islam juga
sempat dilakukan ‘Bapak Kimia Modern’ Jabir Ibnu Hayyan. Ia
mengembangkan beberapa teknik, termasuk penyulingan (distilasi),
penguapan (evaporation), dan penyaringan (filtrasi). Ketiga teknik itu
mampu mengambil aroma wewangian dari tumbuhan dan bunga dalam bentuk air
atau minyak.
Teknik dan metode dasar yang diletakkan oleh Jabir
itu dikembangkan Al-Kindi. Ia melakukan riset dan eksperimen dengan
lebih cermat. Al-Kindi mencoba mengombinasikan beragam tanaman dan
bahan-bahan lain untuk memproduksi beragam jenis parfum dan minyak
wangi.
Ilmuwan Muslim asal Kufah, Irak, itu pun berhasil
menemukan tak kurang dari 107 metode dan resep untuk membuat parfum
serta peralatan pembuatannya. Begitulah, dunia Islam di era keemasan
telah mampu mengembangkan industri sabun dan juga parfum.
Resep Sabun Warisan Peradaban IslamMinyak zaitun
dan al-Qali merupakan bahan utama pembuatan sabun. Bahan lain yang kerap
digunakan untuk membuat sabun adalah natrun.
Lalu, bagaimana
proses pembuatan sabun dilakukan di dunia Islam pada abad ke-13 M?
Berikut ini resep pembuatan sabun yang ditulis Daud Al-Antaki seperti
dikutip Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya bertajuk, Islamic Technology: An Illustrated History.
“Inilah
cara membuat sabun yang diwariskan peradaban Islam: Ambil satu bagian
al-Qali dan setengah bagian kapur. Giling dengan baik, kemudian
tempatkan dalam sebuah tangki. Tuangkan air sebanyak lima bagian dan
aduk selama dua jam. Tangki dilengkapi lubang bersumbat.”
“Setelah
pengadukan berhenti dan cairan menjadi jernih, lubang ini dibuka. Jika
air sudah habis, sumbat kembali lubang tersebut, tuangkan air dan aduk,
kosongkan dan seterusnya sampai tak ada lagi air yang tersisa.”
“Faksi
air di setiap periode dipisahkan. Lalu, minyak yang sudah murni diambil
sebanyak 10 kali jumlah air yang pertama tadi, lalu letakkan di atas
api. Jika sudah mendidih, tambahkan air faksi terakhir sedikit demi
sedikit. Kemudian tambah dengan air faksi nomor dua terakhir, sampai air
faksi pertama.”
“Dari proses itu, akan diperoleh campuran
seperti adonan kue. Adonan ini disendok (dan disebarkan) di atas semacam
tikar hingga kering sebagian. Kemudian, tempatkan dalam nura (kapur
mati). Inilah hasil akhir dan tidak diperlukan lagi pendinginan atau
pencucian dengan air dingin selama proses.”
“Ada kalanya
ditambahkan garam ke dalam al-Qali dan kapur sebanyak setengah kali
jumlah kapur. Selain itu, juga ditambahkan amilum tepat sebelum proses
selesai. Minyak di sini dapat diganti dengan minyak lain dan lemak
seperti minyak carthamus.”
Itulah salah satu resep pembuatan
sabun yang berkembang di dunia Islam. Sejatinya, masih banyak risalah
lain yang mengungkapkan formula pembuatan sabun. Salah satunya adalah
buah pikir Al-Razi.
Read:Sabun, Warisan Islam yang Terlupakan (1)
Rabu, 25 Juli 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar