Rasulullah SAW bersabda, ''Kebersihan itu adalah sebagian daripada iman.'' Jika kebersihan diri dan lingkungan sudah terjaga, tentu kesehatan akan diperoleh.
Dalam ajaran Islam, menjaga kebersihan diri dapat dilakukan dengan cara selalu menyucikan diri setiap kali selesai berhadas besar ataupun kecil, berwudhu setiap kali akan melaksanakan shalat, dan mandi.
Sementara itu, kebersihan lingkungan di antaranya dapat dilakukan dengan tidak membuang sampah di sembarang tempat.
Jalaluddin Al-Suyuti memberi penjelasan dalam kitabnya yang bertajuk Mukhtashar Al-Tibb Al-Nabawi. Menurutnya, selain menjaga kebersihan, Rasulullah SAW juga telah mencontohkan upaya-upaya lainnya dalam menjaga kesehatan.
Upaya tersebut, dalam dunia kesehatan modern saat ini, disebut sebagai tindakan pencegahan (preventif). Al-Suyuti menguraikan langkah preventif yang dicontohkan Rasulullah SAW, seperti mengonsumi makanan yang halal, berolahraga, dan kontrol diet untuk mencegah berat badan berlebihan.
Selain ilmu mengenai kesehatan umum, peradaban Islam juga telah mengenal ilmu kedokteran. Sejak zaman Rasulullah SAW, ilmu kedokteran merupakan ilmu yang dipelajari dengan seksama.
Haris bin Kaladah adalah seorang dokter zaman jahiliyah yang masih hidup pada zaman Nabi SAW. Walaupun ia bukan seorang Muslim, Nabi SAW menyuruh kaum Muslim yang sakit untuk berobat kepadanya. Putranya, Nadar bin Haris bin Kaladah, juga menjadi dokter yang terkenal.
Dokter Muslim pertama yang menulis buku adalah Ali At-Tabari. Dia adalah dokter Suriah yang masuk Islam pada tahun 855 dan merupakan dokter pribadi Khalifah Al-Mutawakkil. Dia menulis buku kedokteran pertama dalam bahasa Arab, yaitu Firdaus Al-Hikmah. Buku ini berisi ilmu kedokteran dalam kerangka pikir Yunani dan India.
Dokter Muslim saat mengobati pasien (ilustrasi) |
Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi (Rhazes), seorang dokter dan ahli kimia serta filsafat, telah menulis dua ratus judul buku mengenai kedokteran.
Di antaranya adalah Al-Mansuri (diterjemahkan menjadi Liber Almansoris pada abad ke-15) terdiri atas 10 jilid dan Al-Judari wa Al-Hasbah (Penyakit Cacar dan Campak).
Dokter terbesar dalam sejarah Islam adalah Ibnu Sina yang juga seorang filsuf besar. Dia digelari Medicorum Principal alias Raja Diraja Dokter oleh tradisi kedokteran Eropa klasik. Ibnu Sina menulis banyak buku tentang kedokteran, seperti Al-Qanun fi At-Tibb (Prinsip-prinsip Kedokteran).
Tokoh kedokteran Muslim lainnya adalah Abul Qasim az-Zahrawi Al-Qurtubi (936-1013) yang dikenal di Eropa sebagai Abulcasis. Dia adalah ahli bedah dan dokter gigi Muslim berkebangsaan Spanyol pada masa pemerintahan Abdurrahman III (890-961).
Dia menulis sebuah ensiklopedi berjudul At-Tasrif li Man Arjaza 'an At-Ta'lif. Jilid terakhir dari ensiklopedi ini menerangkan dengan jelas diagram dua ratus macam alat bedah.
Sementara itu, Ibnu Rusyd yang dikenal sebagai Averoes di Barat (1126-1198) merupakan perintis ilmu jaringan tubuh (histologi). Karyanya berjudul Al-Kulliyyat fi At-Tibb (Kedokteran Umum). Dalam buku ini, dijelaskan bahwa seseorang tidak akan terjangkit penyakit cacar dua kali. Ia juga menjelaskan fungsi retina.
Tak hanya dari kalangan pria, sejarah Islam mencatat ada beberapa tokoh Muslim wanita yang menjadi dokter. Beberapa di antaranya adalah Ukhtu Al-Hufaid bin Zuhur dan putrinya adalah dokter wanita yang bekerja di Istana Khalifah Al-Mansur di Andalusia. Zainab adalah ahli penyakit mata dan ilmu bedah zaman Bani Umayyah. Kemudian, ada pula Syahadatu Dinuriyah dan Binti Duhain Al-Luz Damsyiqiah di Suriah.
Source: republika.co.id
0 komentar:
Posting Komentar