Jumat, 20 Juli 2012

Utsman bin Affan, Pemilik Dua Cahaya

Utsman bin Affan bin Abul Ash lahir dari keluarga yang kaya dan berpengaruh dari suku bangsa Quraish silsilah Bani Umayyah.

Usianya lebih muda lima tahun dari Rasulullah SAW. Utsman mendapatkan pendidikan yang baik, ia telah belajar membaca dan menulis pada usia dini. Di masa mudanya, Utsman telah menjadi seorang pedagang yang kaya.

Utsman berasal dari strata sosial dan ekonomi tinggi yang pertama-tama memeluk Islam. Dia memiliki kepribadian yang baik, bahkan sebelum beliau memeluk Islam—terkenal dengan kejujuran dan integritasnya.

Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang paling penuh kasih sayang dari umatku kepada umatku adalah Abu Bakar, yang paling gagah berani membela agama Allah adalah Umar, dan yang paling jujur dalam kerendah-hatiannya adalah Utsman.”

Mengenai sifat rendah hatinya Utsman ini, Rasulullah SAW sampai berkata, “Tidakkah aku merasa malu terhadap seseorang yang bahkan malaikat pun malu tehadapnya?”

Kepribadian Utsman benar-benar merupakan gambaran dari akhlak yang baik menurut Islam (akhlakul karimah). Dia jujur, dermawan dan sangat baik hati. Rasulullah SAW mencintai Utsman karena akhlaknya.

Mungkin itulah alasan mengapa Rasulullah SAW mengizinkan dua putrinya untuk menjadi istri Utsman. Yang pertama adalah Ruqayyah, ia meninggal setelah Perang Badar.

Rasulullah SAW sangat tersentuh akan kesedihan yang dialami Utsman sepeninggal Ruqayyah dan menasihatinya untuk menikahi seorang lagi anak perempuan beliau, Ummu Kultsum. Karena kehormatan yang besar dapat menikahi dua anak perempuan Rasulullah, Utsman terkenal dengan sebutan Dzun Nurain atau Sang Pemilik Dua Cahaya.

Kedermawanan Utsman tampak pada kehidupannya sehari-hari. Ketika bencana kekeringan melanda Kota Madinah, kaum Muslimin terpaksa menggunakan sumur Rum sebagai sumber mata air satu-satunya.

Sayangnya, sumur tersebut adalah milik Yusuf, seorang Yahudi tua yang serakah. Untuk mengambil air sumur itu, kaum Muslimin harus membayar mahal dengan harga yang ditetapkan si Yahudi.

Melihat keadaan penduduk Madinah, Utsman bin Affan segera menemui Yusuf. “Wahai Yusuf, maukah engkau menjual sumur Rum ini kepadaku?”

Yahudi tua yang sedang ‘mabok uang’ itu segera menyambut permintaan Utsman. Dalam benaknya ia berpikir, Utsman adalah orang kaya. Ia pasti mau membeli sumurnya berapa pun yang ia minta.

Namun, di sisi lain ia juga tidak mau kehilangan mata pencariannya itu begitu saja. “Saya bersedia menjual sumur ini? Berapa engkau sanggup membayarnya?” tanya Yusuf.

“Sepuluh ribu dirham!” jawab Utsman.

Si Yahudi tua tersenyum sinis. “Sumur ini hanya akan saya jual separuhnya. Kalau bersedia, sekarang juga kau bayar 12 ribu dirham, dan sumur kita bagi dua. Sehari untukmu dan sehari untukku. Bagaimana?”

Setelah berpikir sejenak, Utsman menjawab, “Baiklah, aku terima tawaranmu.” Setelah membayar seharga yang diinginkan, Utsman menyuruh pelayannya untuk mengumumkan kepada para penduduk, bahwa mereka bebas mengambil sumur Rum secara gratis.

Sejak saat itu, penduduk Madinah bebas mengambil air sebanyak mungkin untuk keperluan mereka. Lain halnya dengan si Yahudi tua. Ia kebingungan lantaran tak seorang pun yang membeli airnya.

Ketika Utsman datang menemuinya untuk membeli separuh sisa air sumurnya, ia tidak bisa menolak walau dengan harga yang sangat murah sekalipun.

Ketika Perang Tabuk meletus, Utsman menanggung sepertiga biayanya. Seluruh hartanya ia sumbangkan sehingga mencapai 900 ekor unta dan 100 ekor kuda. Belum lagi uang yang jumlahnya ribuan dinar.

Khalifah Rasyidah ketiga

Khalifah sebelumnya, Umar bin Khathab telah menyiapkan sebuah komite yang terdiri dari enam dari sepuluh orang sahabat Rasulullah SAW untuk memilih khalifah di antara mereka.

Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurahman bin Auf dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Di antara mereka yang dipilih sebagai khalifah Islam yang ketiga adalah Utsman bin Affan.

Enam tahun pertama masa pemerintahan Utsman bin Affan berjalan dengan damai, namun enam tahun masa pemerintahan sesudahnya, terjadi pemberontakan. Sayangnya Utsman tidak dapat menindak tegas para pemberontak ini. Dia selalu berusaha untuk membangun komunikasi yang berlandaskan kasih sayang dan kelapangan hati.

Tatkala para pemberontak memaksanya untuk melepaskan kursi kekhalifahan, dia menolak dengan mengutip perkataan Rasulullah SAW, “Suatu saat nanti, mungkin Allah SWT akan memakaikan baju padamu, wahai Utsman. Dan jika orang-orang menghendakimu untuk melepaskannya, jangan lepaskan hanya karena orang-orang itu!”

Setelah terjadi pengepungan yang lama, akhirnya pemberontak berhasil memasuki rumah Utsman dan membunuhnya. Utsman bin Affan syahid pada hari Jum’at, 17 Dzulhijjah 35 H setelah memerintah selama dua belas tahun.

Selama masa kekhalifahan Utsman bin Affan, kejayaan Islam terbentang dari Armenia, Kaukasia, Khurasan, Kirman, Sijistan, Cyprus hingga mencapai Afrika Utara. Kontribusi Utsman yang paling besar dalam sejarah Islam adalah kompilasi teks asli Alquran yang lengkap.

Banyak salinan Alquran berdasarkan teks asli juga telah dibuat dan didistribusikan ke seluruh dunia Islam. Dalam mengerjakan proyek yang besar ini, dia dibantu dan banyak mendapatkan masukan dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits.

Utsman juga berhasil membangun administrasi kekhalifahan yang terpusat dan memantapkan penerbitan Alquran yang resmi.

Pengadilan agama yang semula dilakukan di masjid, oleh Utsman dibangun gedung baru, khusus gedung pengadilan. Dia juga yang mengadakan perluasan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram serta membentuk armada laut Islam yang pertama ketika terjadi Perang Dzatu Sawari (perang tiang kapal) yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan.


Source: republika.co.id

0 komentar:

Posting Komentar

newer post older post Home