Jumat, 20 Juli 2012

Utbah bin Ghazwan, Menyerahkan Dunia Demi Akhirat

Utbah bin Ghazwan berperawakan tinggi dengan muka bercahaya dan rendah hati, termasuk angkatan pertama masuk Islam, berada di antara Muhajirin pertama yang hijrah ke Habasyah dan Madinah.

Dia termasuk pemanah pilihan yang jumlahnya tidak banyak, yang telah berjasa besar di jalan Allah.

Ia adalah orang terakhir dari kelompok tujuh perintis yang berbaiat dengan menjabat tangan kanan Rasulullah dengan tangan kanan mereka, bersedia menghadapi orang-orang Quraisy yang sedang memegang kekuasaan yang gemar berbuat zalim dan aniaya.

Sejak hari pertama dimulainya dakwah dengan penuh penderitaan dan kesulitan, Utbah dan kawan-kawan telah memegang teguh suatu prinsip hidup yang mulia, yang kemudian menjadi obat dan makanan bagi hati nurani manusia dan telah berkembang luas pada generasi selanjutnya.

Utbah ada di antara sahabat yang diperintahkan oleh Rasulullah untuk Hijrah ke Habsy, tetapi ia begitu rindu kepada Rasulullah sehingga ia tidak betah untuk menetap disana, kembali ia menjelajah daratan dan lautan untuk kembali ke Makkah untuk hidup di sisi Rasulullah hingga saatnya hijrah ke Madinah.

Semenjak orang-orang Quraisy melakukan gangguan dan melancarkan peperangan, Utbah selalu membawa panah dan tombaknya. Ia memang sangat ahli melemparkan tombak dan memanah dengan ketepatan yang luar biasa. Setelah Rasulullah wafat, Utbah tidak meletakkan senjatanya, ia tetap berkelana dalam perang di jalan Allah.

Amirul Mukminin Umar bin Khathab RA mengirim Utbah ke Ubullah untuk membebaskan negeri itu dari pendudukan tentara Persia yang hendak menjadikannya sebagai gerbang untuk menghancurkan kekuatan Islam yang sedang menyebar ke wilayah-wilayah jajahan Persia.

Berkatalah Umar ketika hendak melepaskan pasukan Utbah, “Berjalanlah engkau bersama pasukanmu, hingga batas terjauh dari negeri Arab dan batas terdekat negeri Persia! Pergilah dengan restu Allah dan berkahnya. Serulah ke jalan Allah siapa yang mau dan bersedia. Dan siapa yang menolak hendaklah ia membayar pajak. Dan bagi setiap penantang, maka pedang bagiannya, tanpa pandang bulu! Tabahlah menghadapi musuh serta takwalah kepada Allah Tuhanmu!”

Ketika pasukannya yang kecil telah berhadapan dengan pasukan balatentara Persia yang besar, Utbah berseru, “Allahu Akbar, shadaqa wa’dah. Allah Mahabesar Dia menepati janji-Nya.”

Ternyata benarlah janji Allah, tak lama setelah terjadi pertempuran, Ubullah dapat ditundukkan.

Di tempat itu Utbah membangun Kota Basrah dan membangun sebuah masjid besar di dalamnya. Kemudian dia bermaksud untuk kembali ke Madinah, tetapi Amirul Mukminin memerintahkannya untuk tetap tinggal di sana, memimpin pemerintahan di Basrah.

Utbah pun menaati perintah Amirul Muminin Umar RA, membimbing rakyat melaksanakan shalat, mengajarkan masalah agama, menegakkan hukum dengan adil, dan memberikan contoh tentang kezuhudan, wara’ dan kesederhanaan.

Dengan tekun dikikisnya pola hidup mewah dan berlebihan sehingga menjengkelkan mereka yang selalu memperturutkan hawa nafsu.

Pernah dalam sebuah pidato Utbah berkata, “Demi Allah, sesungguhnya telah kalian lihat aku bersama Rasulullah SAW sebagai salah seorang kelompok tujuh, yang tak punya makanan kecuali daun-daun kayu, sehingga bagian mulut kami pecah-pecah dan luka-luka. Di suatu hari aku beroleh rezeki sehelai baju burdah, lalu kubelah dua, yang sebelah kuberikan kepada Sa’ad bin Malik dan sebelah lagi kupakai untuk diriku.”

Utbah sangat takut terhadap dunia yang akan merusak agamanya dan kaum Muslimin, sehingga dia selalu mengajak mereka untuk hidup sederhana dan zuhud terhadap dunia.

Namun, banyak yang hendak memengaruhinya untuk bersikap sebagaimana penguasa yang penduduknya menghargai tanda-tanda lahiriah dan gemerlap kemewahan. Tetapi Utbah menegaskan kepada mereka, “Aku berlindung kepada Allah dari sanjungan orang terhadap diriku karena kemewahan dunia, tetapi kecil pada sisi Allah!”

Dan tatkala dilihatnya rasa keberatan pada wajah-wajah orang banyak karena sikap kerasnya membawa mereka kepada hidup sederhana, berkatalah Utbah kepada mereka, “Besok atau lusa akan kalian lihat kepemimpinan orang lain yang menggantikanku.”

Ketika musim haji tiba, Utbah menunaikan ibadah haji, sementara pemerintahan Basrah diwakilkan kepada salah seorang temannya.

Setelah melaksanakan ibadah, dia menghadap Amirul Mukminin di Madinah untuk mengundurkan diri dari pemerintahan.

Tetapi Amirul Mukminin menolak dengan mengucapkan kalimat yang sering diucapkan kepada orang-orang zuhud seperti Utbah, “Apakah kalian hendak menaruh amanat di atas pundakku, kemudian kalian tinggalkan aku memikulnya seorang diri? Tidak. Demi Allah, tidak kuizinkan selama-lamanya!”

Oleh karena itu, tidak ada pilihan bagi Utbah kecuali taat dan patuh. Dan ketika hendak kembali ke Basrah, sebelum naik kendaraannya, ia menghadap kearah kiblat, lalu mengangkat kedua telapak tangannya yang lemah lungai ke langit.

Utbah berdoa dan memohon kepada Allah agar ia tidak dikembalikan ke Basrah, dan tidak pula menjadi pemimpin pemerintahan selama-lamanya.

Allah memperkenankan doanya. Dalam perjalanannya menuju Basrah, Allah memanggil Utbah kepangkuan-Nya dengan menyediakan kesempurnaan nikmat dan kesempurnaan suka cita karena pengorbanan dan baktinya, kezuhudan dan kesahajaannya.


Source: republika.co.id

1 komentar:

Bundet mengatakan...

Mengenal lebih dekat sosok --> Utbah bin Ghazwan

Posting Komentar

newer post older post Home